>Bagian 3
Silsilah Keluarga Mbah Saman – Karangpilang
Mbah Sanrejo muda, atau Mbah Saman, meskipun jumlah anak-nya hanya tiga
orang, jumlah cucu dan buyutnya terhitung cukup banyak. Mereka tinggal
tersebar di kota-kota di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan juga Lombok.
Nama-nama yang terda-ta dalam silsilah ini cukup lengkap, mulai dari anak,
cucu, buyut, canggah, sampai wareng. Artinya yang termuda adalah generasi
ketujuh dalam Trah Sanrejo, atau cucu uthek-uthek.
8. Anak ke delapan Mbah Sanrejo tua adalah Saman atau Sanrejo muda. Ia
menikah dengan Binem atau juga disebut Mbah Pupon. Mereka mempunyai tiga
orang anak, yaitu: Samiyem yang meni-kah dengan Sanraji, Daliyem yang
menikah dengan Mat Jais atau Partowirejo, dan Tugimin atau Pawiro yang
menikah dengan Tuki-nem. Mbah Sanrejo muda adalah seorang petani, sama
seperti orang-orang sedesanya lainnya. Namun Mbah Sanrejo muda atau Mbah
Saman ini mempunyai keterampilan lain, yaitu membuat anyam-anyaman dari
bambu untuk peralatan dapur dan rumah tangga, dan juga untuk bangunan
rumah, seperti gedek atau bilik untuk dinding rumah di pedesaan. Diduga,
keterampilan itu juga dia peroleh dari ayahnya, Sanrejo tua. Ketererampilan
bertukang ini dimiliki juga oleh anak laki-lakinya, Tugimin, yang bisa
bertu-kang kayu, membuat lemari, meja dan juga struktur bangunan rumah dari
kayu. Pada masa itu, yang disebut tukang, pada umum-nya adalah tukang kayu.
Tukang batu belum banyak seperti seka-rang. Anaknya yang lain, Daliyem,
ketika masih tinggal di Karangpilang juga berkerajinan menenun stagen atau
selendang. Hasilnya dijual.
8.1. Anak sulung Mbah Sanrejo adalah Samiyem. Ia menikah dengan Sanraji.
Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu Arjo Samino yang menikah dengan
Paikem, dan Salamah yang meni-kah dengan Sosemito.
8.1.1.
Anak sulung Mbah Samiyem Sanraji adalah Arjo Samino. Ia menikah dengan
Paikem. Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu: Senu yang menikah dengan
Seni, Semin yang menikah dengan Suyati, dan Sri Handayani yang menikah
dengan Senen.
8.1.1.1. Anak sulung Mbah Arjo Samino adalah Senu. Ia menikah dengan Seni.
Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu: Juprianto yang menikah dengan Uum,
Ciptadi yang menikah dengan Sumar-sih, dan Tri Laili yang menikah dengan
Mulyanto.
8.1.1.1.1. Anak sulung Senu adalah Juprianto. Ia menikah dengan Uum. Mereka
mempunyai tiga orang anak, yaitu: Faturohman, Jihan, dan Aisyah. Pasutri
muda ini sekarang tinggal di Cibitung, Bekasi.
8.1.1.1.2. Anak kedua Senu adalah Ciptadi. Ia menikah dengan Sumarsih.
Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu: Syifa dan Adam. Keluarga ini
tinggal di Karangpilang.
8.1.1.1.3. Anak ketiga (bungsu) Senu adalah Tri Laili. Ia menikah dengan
Mulyanto. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu: Fafa dan Neima. Keluarga
ini tinggal di Karawang. Jawa Barat
8.1.1.2.
Anak kedua Mbah Arjo Samino adalah Semin. Ia menikah dengan Suyati, saudara
misannya, anak Rubiyem (8.3.1.) Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu: Eka
Listyaningrum dan Ilham Khoirul Anwar. Keluarga Semin tinggal di Jl.
Uranus, Taman Wanasari Indah, Bekasi. Semin setamat sekolah menengah,
beker-ja di perusahaan pembuatan suku cadang mobil di Cibitung. Anak
keduanya, Ilham, saat ini sedang menyelesaikan kuliahnya.
8.1.1.2.1. Anak sulung Semin adalah Eka Listyaningrum. Ia meni-kah dengan
Irfan Ditia. Pasangan yang melangsungkan perni-kahannya pada akhir tahun
2021 ini belum mempunyai anak. Eka menyelesaikan kuliahnya di Universitas
Hamka, Jakarta, dan seka-rang berkerja di sebuah perusahaan swasta.
8.1.1.3. Anak kegita (bungsu) Mbah Arjo Samino adalah Sri Handayani. Ia
menikah dengan Senen. Ia mempunyai dua orang anak, yaitu: Anna dan Lulu.
Keluarga Sri Handayani sekarang tinggal di Jambi, Sumatera.
8.1.2.
Anak kedua Mbah Samiyem Sanraji adalah Salamah. Ia menikah dengan Sosemito
dan dikaruniai sembilan orang anak yaitu: Bimin yang menikah dengan
Samilah, Sukir yang menikah dengan Satiyem, Jimin yang menikah dengan
Warni, Kemis yang menikah dengan Suginem, Pangat (sudah meninggal) yang
sudah menikah dan tinggal di Riau, Karsi yang menikah dengan Hadisu-wito,
Sadi yang menikah dengan Wiwin, Paiman yang menikah dengan Giyanti, Paimin
(almarhum) yang menikah dengan Warni. Keluarga Salamah Sosemito ini
termasuk keluarga besar. Sebagian anaknya bahkan sudah mempunyai cucu yang
juga sudah meni-kah. Mereka adalah generasi ketujuh atau istilahnya putu
uthek-uthek dalam keluarga besar Trah Sanrejo. Sebagian besar mereka adalah
penduduk Karangpilang, dusun leluhurnya.
8.1.2.1. Anak sulung Mbah Salamah Sosemito adalah Bimin. Ia menikah dengan
Samilah, dan tinggal di Simo, kecamatan di utara Sambi. Bimin mempunyai
enam orang anak, yaitu: Sri yang menikah dengan Jito, Narti, Mulyani yang
menikah dengan Warseno, Mulyanto yang menikah dengan Tari, Nuryati yang
menikah dengan Wawi, dan Juwari.
8.1.2.1.1. Anak sulung Bimin adalah Sri. Ia menikah dengan Jito. Pasangan
suami istri (pasutri) ini mempunyai seorang anak, yaitu Nur Rohim.
8.1.2.1.2. Anak kedua Bimin adalah Narti. Ia mempunyai tiga orang anak,
yaitu: Aan yang menikah dengan Lisa, Riki yang menikah dengan Yuyun, dan
Ardi yang menikah dengan Dita.
8.1.2.1.2.1. Anak sulung Narti adalah Riki. Ia menikah dengan Yuyun.
Pasutri muda ini belum mempunyai anak. Riki ini termasuk generasi ketujuh
(paling muda – sebutannya cucu uthek-uthek) dalam Trah Sanrejo yang sudah
dewasa.
8.1.2.1.2.2. Anak kedua Narti adalah Ardi. Ia menikah dengan Dita. Pasutri
muda ini juga belum mempunyai anak.
8.1.2.1.3. Anak ketiga Bimin adalah Mulyani. Ia menikah dangan Warseno dan
dikaruniai dua orang anak, yaitu: Firsa dan April.
8.1.2.1.4. Anak keempat Bimin adalah Mulyanto. Ia menikah dengan Tari.
Pasutri ini mempunyai seorang anak, yaitu Aska.
8.1.2.1.5. Anak kelima Bimin adalah Nuryati. Ia menikah dengan Wawi.
Pasutri ini mempunyai dua orang anak, yaitu: Tama dan Nada.
8.1.2.1.6. Anak keenam (bungsu) Bimin adalah Juwari. Ia mempu-nyai dua
orang anak, yaitu: Abinanya dan Bila.
8.1.2.2. Anak kedua Mbah Salamah Sosemito adalah Sukir. Sukir menikah
dengan Satiyem. Mereka tinggal di Karangpilang. Pasutri ini dikaruniai lima
orang anak, yaitu: Anik, Purwanto, Rumi yang menikah dengan Narno, Iksan
yang menikah dengan Ana, dan Topa yang belum berkeluarga.
8.1.2.2.1. Anak sulung Sukir adalah Anik. Anik pempunyai seo-rang anak,
yaitu Tsania.
8.1.2.2.2. Anak kedua Sukir adalah Purwanto. Ia mempunyai dua orang anak,
yaitu: Najia dan Athala.
8.1.2.2.3. Anak ketiga Sukir adalah Rumi. Rumi menikah dengan Narno. Mereka
mempunyai seorang anak, yaitu Arsyla.
8.1.2.2.4. Anak keempat Sukir adalah Iksan. Ia menikah dengan Ana. Pasutri
ini dikaruniai seorang anak, yaitu Nasya.
8.1.2.3. Anak ketiga Mbah Salamah Sosemito adalah Jimin. Jimin menikah
dengan Warni. Mereka mempunyai lima orang anak, yai-tu: Patmi (sudah
meninggal), Wagiman yang menikah dengan Lina, Titik yang menikah dengan
Thoan, Wanti yang menikah dengan Rundag, dan Wartini yang menikah dengan
Mardi.
8.1.2.3.1. Anak sulung Jimin adalah Patmi. Patmi yang sudah meninggal
sempat berkeluarga, dan mempunyai seorang anak, yaitu Leli.
8.1.2.3.2. Anak kedua Jimin adalah Wagiman. Ia menikah dengan Lina. Mereka
mempunyai dua orang anak, yaitu: Rora dan Arshila.
8.1.2.3.3. Anak ketiga Jimin adalah Titik. Ia menikah dengan Thoan. Mereka
mempunyai tiga orang anak, yaitu: Kanza, Nadin, dan Alfarezi.
8.1.2.3.4. Anak keempat Jimin adalah Wanti. Wanti menikah dengan Rundag.
Pasutri ini dikaruniai dua orang anak, yaitu: Husna dan Nabil.
8.1.2.3.5. Anak kelima (bungsu) Jimin adalah Wartini. Ia menikah dengan
Mardi. Mereka mempunyai seorang anak, yaitu Faqih.
8.1.2.4. Anak keempat Mbah Salamah Sosemito adalah Kemis. Kemis menikah
dengan Suginem. Mereka mempunyai lima orang anak, yaitu: Sugiyanto,
Riyanto, Tugimin, Usnaini, dan Sundari.
8.1.2.4.1. Anak sulung Kemis adalah Sugiyanto. Sugiyanto mem-punyai dua
orang anak, yaitu: Titik yang sudah menikah dengan Wawan, dan Amel.
8.1.2.4.1.1. Anak sulung Sugiyanto adalah Titik. Titik sudah meni-kah
dengan Wawan.
8.1.2.4.2. Anak kedua Kemis adalah Riyanto. Riyanto sudah meni-kah, dan
mempunyai seorang anak, yaitu Ali.
8.1.2.4.3. Anak ketiga Kemis adalah Tugimin. Tugimin sudah menikah, dan
mempunyai seorang anak, yaitu Felix.
8.1.2.4.4. Anak keempat Kemis adalah Usnaini. Usnaini sudah menikah, dan
mempunyai dua orang anak, yaitu: Lia dan Qila.
8.1.2.4.5. Anak kelima Kemis adalah Sundari. Sundari sudah menikah, dan
mempunyai seorang anak, yaitu Ahmad.
8.1.2.5. Anak kelima Mbah Salamah Sosemito adalah Pangat. Pangat yang
merantau ke Riau, sudah meninggal dunia. Ia meninggalkan istri dengan tiga
orang anak, yaitu: Kunti, Yosef, dan Nurul.
8.1.2.6. Anak keenam Mbah Salamah Sosemito adalah Karsi. Karsi menikah
dengan Hadisuwito. Pasutri ini mempunyai tiga orang anak, yaitu: Wahyuni
yang menikah dengan Slamet, Suyadi yang menikah dengan Selvi, dan Sulastri
yang menikah dengan Manto.
8.1.2.6.1. Anak sulung Karsi Hadisuwito adalah Wahyuni. Wahyuni menikah
dengan Slamet. Mereka mempunyai seorang anak, yaitu Lina.
8.1.2.6.2. Anak kedua Karsi Hadisuwito adalah Suyadi. Suyadi menikah dengan
Selvi. Mareka dikaruniai seorang anak, yaitu Shahnum.
8.1.2.6.3. Anak ketiga (bungsu) Karsi Hadisuwito adalah Sulastri. Ia
menikah dengan Manto. Mereka mempunyai seorang anak, yaitu Rasya.
8.1.2.7. Anak ketujuh Mbah Salamah Sosemito adalah Sadi. Sadi menikah
dengan Wiwin, penduduk Jakarta. Sadi yang bekerja di perusahaan susu
Bendera ini tinggal di bilangan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Ia mempunyai dua
orang anak, yaitu: Ulfa yang sudah menikah dengan Rangga, dan Fahrul yang
masih kuliah di Universitas Indonesia.
8.1.2.7.1. Anak sulung Sadi adalah Ulfa. Ulfa menikah dengan Rangga. Mereka
mempunyai seorang anak, yaitu Saka.
8.1.2.8. Anak kedelapan Mbah Salamah Sosemito adalah Paiman. Paiman menikah
dengan Giyanti. Pasutri ini mempunyai tiga orang anak, yaitu Hesti (almh),
Rika yang menikah dengan Ipung, dan Peti yang menikah dengan Irul.
8.1.2.8.2. Anak kedua Paiman adalah Rika. Rika menikah dengan Ipung. Mereka
mempunyai dua orang anak, yaitu: Mila dan Alesha.
8.1.2.8.3. Anak ketiga (bungsu) Paiman adalah Peti. Peti sudah menikah
dengan Irul.
8.1.2.9. Anak kesembilan atau bungsu Mbah Salamah Sosemito adalah Paimin
yang sudah meninggal. Ia sudah berkeluarga. Istrinya adalah Marni. Mereka
mempunyai dua orang anak, yaitu: Fathur yang menikah dengan Rina, dan
Bagas.
8.1.2.9.1. Anak sulung almarhum Paimin adalah Fathur. Fatur menikah dengan
Rina. Mareka mempunyai seorang anak, yaitu Thalia.
8.2. Anak kedua Mbah Sanrejo muda adalah Daliyem. Daliyem menikah dengan
Partowirejo. Pasutri ini mempunyai sepuluh orang anak. Dua dari sepuluh
anak itu, meninggal dunia pada waktu masih bayi dan anak-anak. Anak-anak
Mbah Daliyem yang hidup sampai dewasa dan tua adalah: J Sugiman
Dwidjosuparto yang menikah dengan Sundari, Petrus Subirin Siswohadi yang
menikah dengan Supadmi, Sumilah yang menikah dengan Kasnadi, Bruder Paulus
Adisumarno yang hidup membiara, Agustinus Widodo yang menikah dengan
Suharti, Wagiyem yang menikah dengan Sarmin, Phillipus Ateng Winarno yang
menikah dengan Yustina Estuningsih, dan Anastasia Winarni yang menikah
dengan Yohanes Kartomo. Keturunan Pasutri Daliyem Partowirejo ini termasuk
keluarga besar dalam Trah Sanrejo. Anak turun Mbah Daliyem Partowirejo ini
sudah sampai tingkat canggah, atau cucu uthek-uthek dalam Trah Sanrejo,
yaitu generasi ketujuh. Partowirejo seorang yang ingin maju. Selain
bertani, ia pernah menjadi buruh pemecah batu, untuk perbaikan jalan. Saat
itu ia melihat, mandornya memperoleh upah besar, sementara pekerja-annya
tidak seberat dia. Ia pun sadar, bahwa hal itu karena sang mandor bisa baca
tulis (berpendidikan). Sejak saat itu ia bertekad untuk menyekolahkan
anak-anaknya. Maka ketika pemerintah menggerakkan agar anak-anak bersekolah
setelah kemerdekaan RI, anaknya, Sugiman dan Subirin disekolahkan di Sambi.
Kemu-dian setelah mempunyai delapan orang anak, keluarga Partowirejo
berpindah tempat tinggal dari Karanpilang ke Kaliwenang, Keca-matan
Kedungjati, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, kurang lebih pada tahun 1955.
Tempat baru itu memang lebih menjanji-kan untuk kesejahteraan keluarganya.
Anak bungsunya pada saat itu masih bayi, dan yang sulung sudah dewasa,
namun belum menikah. Kini keturunan Mbah Partowirejo, tersebar di berbagai
tempat di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Barat. Mbah
Partowirejo meninggal dunia pada tanggal 3 Maret 1966, dalam usia 66 tahun,
sedangkan Mbah Daliyem mendinggal dunia pada tanggal 9 Juni 1999, dalam
usia 90 tahun. Mereka dimakam-kan di Desa Kaliwenang, Tanggungharjo (dulu
Kedungjati), Gro-bogan, Jawa Tengah.
8.2.1.
Anak sulung Mbah Daliyem Partowirejo adalah J Sugiman Dwijosuparto. Ia
menikah dengan Sundari, anak ketiga dari kelu-arga Parnosastro yang juga
berasal dari Sambi (Pondok). Keluarga Parnosastro sudah bermukim di
Sunggingan, Boyolali. Pasutri Sugiman - Sundari mempunyai delapan orang
anak, yaitu: Sri Sunari yang menikah dengan Sunarto (alm), Dwi Sunarmi yang
menikah dengan Rusno, Basuki Nugroho yang menikah dengan Hasnah, Setyo Edi
Satoto yang menikah dengan Sulastri, Kristanto Nugroho yang menikah dengan
Maryati, Christiana Asih Hastanti (Tanti) yang menikah dengan Slamet
Santoso, Ruswanto Hadi-sucipto yang menikah dengan Sri Naomi (almh) dan Sri
Wulandari yang menikah dengan Darmanto. Setelah menamatkan pendidikan SGB
di Surakarta, Sugiman menjadi seorang guru SD. Ia pernah bertugas di
berbagai tempat, antara lain di Teras, Boyolali; Giri-woyo, Wonogiri;
Kuwaron, Gubug, Grobogan; dan daerah trans-mitgrasi, Pamenang, Bangko,
Jambi, ketika ia ikut bertrasmigrasi, sebagai guru sekaligus sebagai
petani. Dari Pamenang, ia berpin-dah ke Sungai Lilin, dan akhirnya kembali
ke Asrikanto, Sung-gingan, Boyolali. Pasutri Sugiman Sundari meninggal
dunia dalam usia tua dan dimakamkan di Boyolali.
8.2.1.1. Anak sulung Mbah Sugiman adalah Sri Sunari (Nari). Ia menikah
dengan Sunarto yang meninggal dunia beberapa tahun yang lalu setelah sakit
beberapa waktu. Pasutri ini mempunyai tiga orang anak, yaitu: Kris Aris
Krisdianto yang menikah dengan Margaretha Tri Prasinta, Agung Indriatomo
yang menikah dengan Giyarti, dan Lidya Asri Anjarini (Tiwuk) yang menikah
dengan Vincensius Nugraha. Sri Sunari dan Sunarto adalah seorang PNS, guru
sekolah dasar di Boyolali. Mereka sempat tinggal di Gubug bersama Sugiman
dan Sundari. Pada akhir masa kerjanya, Sunari yang menetap di Sambirejo,
Kiringan Boyolali ini, mulai merintis usaha katering, yang kemudian usaha
itu cukup berhasil, melayani hajatan di berbagai tempat di Boyolali dan
sekitarnya. Usaha itu sekarang dilanjutkan oleh salah seorang anaknya.
8.2.1.1.1. Anak sulung Sri Sunari Sunarto adalah Kris Aris Krisdi-anto
(Aris). Ia menikah dengan Margaretha Tri Prasinta. Mereka dikaruniai dua
orang anak, yaitu: Bartolomeus Dewantara yang saat ini berusia 19 tahun,
dan Chayla Asha Dewi usia 12 tahun. Aris beserta keluarganya tinggal di
Kampung Bhayangkara, Sis-wodipuran, Boyolali.
8.2.1.1.2. Anak kedua Sri Sunari Sunarto adalah Agung Indriatmo (Agung). Ia
menikah dengan Giyarti. Mereka mempunyai dua orang anak yang sudah besar
juga, Kysa Givana usia 16 tahun, dan Bastian Bintang usia 9 tahun. Agung
ini tinggal di Sambirejo, melanjutkan usaha orangtuanya.
8.2.1.1.3. Anak ketiga (bungsu) Sri Sunari Sunarto adalah Lidya Asri
Anjarini (Tiwuk). Ia menikah dengan Vincensius Nugraha. Mereka mempunyai
seorang anak, yaitu Christoper Kevin Adi, usia 8 tahun. Tiwuk yang
berprofesi sebagai perawat ini tinggal di Kampung Kebonso, Pulisen,
Boyolali.
8.2.1.2. Anak kedua Mbah Sugiman adalah Dwi Sunarmi. Dwi menikah dengan
Rusno. Mereka tidak dikaruniai anak. Rusno yang berasal dari Gubug ini
seorang guru SD, dan sekarang sudah pensiun. Pasutri ini menetap di
Sunggingan, Boyolali, tidak jauh dari kediaman kakaknya, Sunari.
8.2.1.3. Anak ketiga Mbah Sugiman adalah Basuki Nugroho (Bas). Ia menikah
dengan Hasnah, asal Jambi. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu: Arif
Budi Utomo yang menikah dengan Fitria Haryanti, dan Rahmatan Witular.
Basuki Nugroho menem-puh pendidikan tingginya di Universitas Diponegoro,
Semarang, sebab saat itu orangtuanya masih tinggal di Gubug. Karena
orang-tuanya sudah bertransmigrasi ke Pamenang, Jambi, setelah lulus Basuki
juga pindah ke Jambi, menjadi PNS di sana sampai pensi-un. Sekarang pasutri
Basuki Hasnah tinggal di Lorong Balatkop, Kelurahan Sungai Putri, Kecamatan
Danau Sipin, Kota Jambi.
8.2.1.3.1. Anak sulung Basuki Nugroho adalah Arif Budi Utomo. Ia menikah
dengan dengan Fitria Haryanti, dan sudah mempunyai seorang anak, yaitu
Aisyah Naura Arsila.
8.2.1.3.2. Anak kedua Basuki Nugroho adalah Rahmatan Witular. Ia sudah
dewasa, dan sedang menyelesaikan pendidikan tingginya.
8.2.1.4. Anak keempat Mbah Sugiman adalah Setyo Edi Satoto (Totok). Ia
menikah dengan Sulastri. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu Lilian Dian
Permata yang menikah dengan Bagus Wicaksono, dan Timotius Agustana. Totok
adalah seorang pendeta merangkap guru SMA. Sekarang sudah pensiun. Setyo
Edi Satoto tinggal di Desa Sumber Makmur, Kecamatan Muara Padang, Banyu
Asin, Sumatera Selatan.
8.2.1.4.1. Anak sulung Setyo Edi Satoto adalah Lilian Dian Per-mata (Lian).
Ia menikah dengan Bagus Wicaksono. Pasutri muda ini mempunyai seorang anak,
yaitu Alifele Andian Damar Wijaya. Lian yang menamatkan pendidikannya di
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ini sekarang tinggal di Mutiara
Residence, Bugel, Sidorejo, Salatiga.
8.2.1.4.2. Anak kedua Setyo Edi Satoto adalah Timotius Agustana (Tius).
Tius sudah menyelesaikan pendidikan tingginya di Univer-sitas Kristen
Satyawacana Salatiga. Sekarang ia menjalankan usa-hanya dan tinggal di
Simpang C4, Dusun 1 Srigunung, Kecamatan Sungai Lilin, Banyuasin, Sumatera
Selatan.
8.2.1.5. Anak kelima Mbah Sugiman adalah Kristanto Nugroho (Tanto). Ia
menikah dengan Maryati. Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu: Samuel,
Natanael, dan Daniel.
8.2.1.5.1. Anak sulung Kristanto Nugroho adalah Samuel. Ia sudah menikah
dan mempunyai seorang anak. Samuel adalah seorang guru di Sekolah
Tarsisius, Jakarta.
8.2.1.6. Anak keenam Mbah Sugiman adalah Sundari Christiana Asih Hastanti
(Tanti). Tanti menikah dengan Slamet Santoso. Mereka mempunyai dua orang
anak, yaitu Yehuda, dan Elyada. Tanti yang menamatkan pendidikan tingginya
dalam kependidikan adalah seorang guru, begitu suaminya. Slamet Santoso
selain berpendidikan tinggi dalam bidang teknik, juga menjadi pendeta
setelah menamatkan pendidikan tinggi theologia. Keluarga Tanti Slamet
Santoso tinggal di Malinau, ibukota Provinsi Kalimantan Utara. Rumahnya ada
di Jln Christian Center, Desa Tanjung Lapang, Malinau Barat, Kalimantan
Utara.
8.2.1.6.1. Anak sulung Tanti Slamet Santoso adalah Yehuda Agus Susanto. Ia
menikah dengan Mentari Hariandira. Pasutri muda ini mempunyai seorang anak,
yaitu Ivander Manjer Kawurian Santo-so. Yehuda menamatkan pendidikan
kedokterannya di Universitas Duta Wacana Yogyakarta. Sekarang Yehuda
bekerja di Rumah Sakit Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara.
8.2.1.6.2. Anak Kedua Tanti Slamet adalah Elyada Adi Santoso. Elyada sudah
menikah dengan Josephine Meydi, dan memiliki seorang anak, yaitu Sheena
Kaira Santoso. Sekarang pasutri muda ini, baik Elyada maupun Josephine,
baru menyelesaikan skripsi pendidikan tingginya di Yogyakarta.
8.2.1.7. Anak ketujuh Mbah Sugiman adalah Ruswanto Hadi Sucipto (Cipto). Ia
menikah dengan Sri Naomi Setyowati, dan mereka
mempunyai dua orang anak, yaitu Yudith Yasmika Nugrah, dan Samhardito. Sri
Naomi Setyowati sudah dipanggil Tuhan karena sakit pada tanggal 19 Maret
2022, dan dimakamkan di Boyolali. Cipto menamatkan pendidikan tinggi
jurusan biologi di Universitas Negeri Jambi. Kemudian ia melanjutkan
pendidi-kannya lagi di Universitas Indonesia, sambil menjadi guru di SMA
Tarsisius, Jakarta. Pada saat ini ia juga menjadi dosen biologi di
Universitas Atma Jaya, Jakarta. Keluarga Cipto tinggal di Pamulang,
Tangerang Selatan.
8.2.1.8 Anak kedelapan Mbah Sugiman adalah Sri Wulandari (Wulan). Ia
menikah dengan Darmanto, yang juga berasal dari Sambi. Mereka mempunyai
tiga orang anak, yaitu: Wisnundari Dyah Ayu Lestari (Winda), Riskanti
Handayani (Riska), dan Bagus Wihandono (Bagus). Darmanto adalah seorang ASN
sebuah kementerian di Jakarta, sedangkan Wulan seorang guru SD. Mereka
tinggal di sebuah perumahan di Sasak Panjang (dekat dengan Stasiun
Citayam), Kabupaten Bogor.
8.2.2.
Anak kedua Mbah Daliyem Partowirejo adalah Petrus Subi-rin Siswohadi (Birin
atau Sis). Ia menikah dengan Supadmi yang dikenalnya ketika menempuh
pendidikan sekolah guru bantu (SGB) di Ambarawa. Pasutri ini dikaruniai
delapan orang anak, yaitu: Thomas A. Bowo Budisusilo
(Bowo) yang menikah dengan Paula Wiwiek Dwi Utami (Wiwik), Widiastuti yang
meninggal dunia ketika masih kecil, Bernadeta Tutik Budiharsih yang
meni-kah dengan Djoko Marsono, Maria Caecilia Endah Palularsih yang menikah
dengan Soleman Dapatalu Poety, RM Indriwiyati (Wiwik) yang menikah dengan
FA Wijayanto (Wowok), Martina Satiti Subekti yang menikah dengan Suherlan,
Kristiana Susilo-wati br. Samosir yang menikah dengan Ridwan Max Sija-bat,
dan Lusiana Padmasari yang menikah dengan Nyoman Diana. Setelah tamat SGB,
Subirin dibenum (ditempatkan) untuk menga-jar di SD Mrisi, Kecamatan
Kedungjati, kemudian setelah meni-kah keluarga ini tinggal di Gubug, dan
menetap di Bandarsari. Subirin lama menjadi guru SD di daerah Gubug,
kemudian menjadi kepala sekolah, dan sebelum pensiun bertugas sebagai
penilik. Sedangkan Supadmi sesuai dengan pendidikannya, ia menjadi pegawai
balai kesehatan ibu dan anak (BKIA – sekarang puskesmas) di Gubug. Pasutri
Subirin-Supadmi meninggal dunia dalam usia tua dan dimakamkan di Kaliceret,
Kedungjati.
8.2.2.1. Anak sulung Mbah Subirin adalah Thomas Aquinas Bowo Budisusilo. Ia
menikah dengan Paula Wiwik Dwi Utami. Mereka mempunyai dua orang anak,
yaitu Katarina Retno Wulandari (Wulan) yang menikah dengan Satriaji
Hartamto, dan FX Pandu Setyo Adhi yang menikah dengan Ria Deviyana. Paula
Wiwik meninggal dunia pada tanggal 1 September 2020. Setelah tamat dari STM
Mikael di Surakarta, Bowo melanjutkan pendidikan di teknik penerbangan di
LPPU Curug, Tangerang, kemudian menja-di teknisi pesawat helikopter, dan
selanjutnya menjadi instruktur dalam perusahaan penerbangan Pelita Air
Service. Keluarga Bowo pernah tinggal di Semplak, kemudian menetap di
perumahan Taman Yasmine, Bogor.
8.2.2.1.1. Anak sulung Bowo adalah Katarina Retno Wulandari (Wulan). Ia
menikah dengan Satriaji Hartamto. Pasutri muda ini mempunyai dua orang
anak, yaitu Nareswari Dahayu Hartamto, dan Mikailo Kafka Hartamto. Mereka
tinggal di perumahan Lotus Jasmine, Bogor.
8.2.2.1.2. Anak kedua Bowo adalah Fransiskus Xaverius Pandu Setyo Adhi yang
menikah dengan Ria Deviyana. Mereka mempu-nyai seorang anak, yaitu Novellia
Rindu Pratiwi. Keluarga Pandu tinggal di perumahan Nuansa Indah Ciomas, Jl.
Pangrango, Ciomas Bogor.
8.2.2.2. Anak kedua Mbah Subirin adalah Bernadeta Tutik Budi-harsih
(Tutik). Ia menikah dengan Djoko Marsono asal Klaten. Pasutri ini
dikaruniai empat orang anak, yaitu: Ignatius Ari Adi-tomo (Ari) yang
menikah dengan Yohana Fransiska de Chantal Wardhani Wirandrati (Dani),
Stephania Dyah Utari (Uut) yang menikah dengan Robertus Rudi Hardianto,
Paulus Raka Adi Yunanto (Raka) yang menikah dengan Anggraeni Wulandari, dan
dan Paula Ratna Adi Yuniati (Ratna) yang menikah dengan Ganis Dwi Jatmiko.
Tutik setelah menamatkan pendidikan tingginya di Universitas Gajah Mada
jurusan kehutanan, kemudian bekerja di Pemda Kabupaten Sleman. Ia bertugas
menangani pasar, sehinga banyak relasinya. Sedangkan Djoko Marsono sejak
kecil tinggal bersama orangtuanya yang memiliki usaha jahit di Jl Mayor
Suryopratomo, Yogyakarta. Setelah menikah Ia menetap Perum-ahan Yadara di
Babarsari, Sleman dekat Ring Road utara Yogya-karta. Djoko Marsono adalah
seorang guru SMA negeri, yang sekarang sudah pensiun. Kini Djoko
melanjutkan usaha jahit orangtuanya.
8.2.2.2.1. Anak sulung Tutik Djoko Marsono adalah Ignatius Ari Aditomo
(Ari). Ia menikah dengan Yohana Fransiska de Chantal Wardhani Wirandrati
(Dani). Mereka belum dikaruniai anak. Ari yang menamatkan pendidikan
tingginya di Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini kini menjalankan usaha
agen BRI-Link, dan berju-alan di rumahnya, di Perumahan Griya Muliaasri
Cepokosari, Siti-mulyo, Piyungan Bantul.
8.2.2.2.2. Anak kedua Tutik Djoko Marsono adalah Stephania Dyah Utari
(Uut). Ia menikah dengan Robertus Rudi Hardianto. Pasutri muda ini
mempunyai dua orang anak, yaitu Abigail Gracia Kirana, dan Vincentius David
Pratama. Utari memamatkan pendi-dikan tingginya di Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Utari dan Rudi pernah bekerja di Jakarta (Jabodetabek),
mereka sempat tinggal di Pondok Cabe dan di Cisauk, Tangerang. Kini mereka
bekerja sebagai karyawan swasta di Yogyakarta, bertempat tinggal di Desa
Sidokerto, Kalasan, Sleman.
8.2.2.2.3 Anak ketiga Tutik Djoko Marsono adalah Paulus Raka Adi Yunanto
(Raka). Raka ini lahir kembar dengan Ratna. Raka menikah dengan Anggraeni
Wulandari. Mereka sekarang mempu-nyai seorang anak, yaitu Avellino
Rangganata Wicaksono. Raka setelah menamatkan pendidikan tingginya pernah
bekerja di kapal pesiar internasional, dan sekarang berwiraswasta penyucian
tas, sepatu, stroller dan sebagainya di Yogyakarta. Kini mereka tinggal di
Basen, Kotagede, Yogyakarta.
8.2.2.2.4. Anak keempat Tutik Djoko Marsono adalah Paula Ratna Adi Yuniati
(Ratna). Ratna ini lahir kembar dengan Raka. Ratna menikah dengan Ganis Dwi
Jatmiko. Mereka mempunyai seorang anak, yaitu Paschal Pramudya Hagia.
Setelah menamatkan pendi-dikan tingginya Ratna bekerja sebagai karyawan
swasta sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi informasi di
Yogyakarta. Keluarga Ratna tinggal di Tundan, Purwomartani, Kalasan,
Sleman.
8.2.2.3. Anak ketiga Mbah Subirin adalah Maria Caecilia Endah Panularsih
(Endah). Ia menikah dengan Soleman Dapatalu Poety, seorang dokter asal
Pulau Sumba, NTT, yang kuliah kedokteran di Universitas Gajah Mada. Pasutri
ini mempunyai empat orang anak, yaitu: Magdalena Comalasari Poety (Lia)
yang menikah dengan Fransiskus Xaverius Charlie Gustaf Nurak, Theresia
Garu-disari Septianty Poety (Antiq) yang menikah dengan
Benedictus Dito Farinto, Bonifasius Garuda Satryo Adi Utu Poety (Rio) yang
menikah dengan Fransesca Xaveria Cabrini Huning Margaluwih, dan Modestus
Garuda Putra Pamungkas Utu Poety (Imung). Endah juga menempuh kuliahnya di
UGM. Ia bekerja di Kabupa-ten Grobogan, begitu juga suaminya, bekerja di
puskesmas kabu-paten itu. Beberapa tahun terakhir Dokter Soleman kembali ke
kampung halamannya, dan di sana ia sempat mendirikan sekolah kesehatan.
Kini mereka berdua sudah meninggal dunia. Endah meninggal dunia di
Purwodadi, pada usia 55 tahun, setelah sakit beberapa tahun pada 15 Oktober
2016, sedangkan Soleman meninggal dunia pada tanggal 7 Februari 2022 pada
usia 65 tahun di Sumba.
8.2.2.3.1. Anak sulung Endah Soleman adalah Magdalena Coma-lasari Poety
(Lia). Ia menikah dengan Fransiskus Xaverius Charlie Gustaf Nurak. Mereka
mempunyai dua orang anak, yaitu Raphael Nathaniel Gallagher Nurak, dan
Mikaela Kamadhatu Ruhua Oasis Nurak. Pasutri muda ini sama-sama bekerja
sebagai aparatur sipil negara (ASN) di kantor kepolisian Mataram. Kini
mereka tinggal di kota Mataram.
8.2.2.3.2. Anak kedua Endah Soleman adalah Theresia Garudisari Septianty
Poety (Antiq). Ia menikah dengan Benedictus Dito Farinto (Dito). Mereka
mempunyai dua orang anak, yaitu Giacin-ta Gendhis Putri Farinto, dan Gisela
Giana Anjani Farinto. Keduanya masih balita. Antiq pernah bekerja di bagian
produksi di stasiun televisi Trans TV di Jakarta. Setelah kelahiran anak
keduanya, ia fokus mengurusi keluarganya, sedangkan Dito beker-ja di
perusahaan multinasional Unilever di bidang marketing, sehingga tugasnya
berpindah-pindah. Kini mereka tinggal di Alam Asri Residence, Jalan
Arungbinang, Kebumen, Jawa Tengah.
8.2.2.3.3. Anak ketiga Endah Soleman adalah Bonifasius Garuda Satryo Adi
Utu Poety (Rio). Ia menikah dengan Fransesca Xaveria Cabrini Huning
Margaluwih. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu Vincentius Ferrer
Kamandaka Garuda Utu Poety, dan Veri-diana Kara Lopika Poety. Karena
pekerjaannya di Indofood, Rio sering berpindah-pindah tempat tinggal. Ia
penrah di Gorontalo, kemudian Malang, dan terakhir di Medan.
8.2.2.2.4. Anak keempat (bungsu) Endah Soleman adalah Modes-tus Garuda
Putra Pamungkas Utu Poety (Imung). Imung sudah dewasa dan belum
berkeluarga. Setelah menyelesaikan pendidikan tingginya, ia bekerja di
perusahaan media online Detik, di Jakarta.
8.2.2.4. Anak keempat Mbah Subirin adalah RM Indriwiyati (Wiwik). Ia
menikah dengan FA Wijayanto. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu:
Gabriel Aditya Pramono (Adi) yang meni-kah dengan Elisabet Aruma Diah
Esterina, dan MC Wening Wija-yaningrum (Wening). Setelah menempuh
pendidikannya di IKIP (sekarang Universitas) Sanata Dharma Yogyakarta,
Wiwik menga-jar sebagai guru sekolah menengah di Cilacap, begitu juga
suami-nya, Wowok, mengajar di SMA negeri. Kini mereka tinggal di
Pesanggrahan, Kesugihan, Cilacap.
8.2.2.4.1. Anak sulung Wiwik Wijayanto adalah Gabriel Aditya Pamono (Adi).
Ia menikah dengan Elisabet Aruma Diah Esterina (Lisa). Mereka mempunyai dua
orang anak yaitu G. Chiesa Nir-wasita (Chiesa) dan G. Neyfa Aniceta
(Neyfa). Adi adalah seorang anggota Kepolisian RI, yang sekarang bertugas
di Cilacap. Mereka tinggal di Jl Rinjani, Cilacap.
8.2.2.4.2. Anak kedua Wiwik Wijayanto adalah MC Wening Wija-yaningrum
(Wening). Wening sudah dewasa. Setelah menamatkan pendidikannya di
Universitas Sudirman, Puwokerto, sekarang Wening bekerja di perusahaan
Gudang Garam, dan tinggal di Karangbendo, Purwokerto, Banyumas.
8.2.2.5. Anak kelima Mbah Subirin adalah Martina Satiti Subekti (Titik). Ia
menikah dengan Dominiko Salvio Suherlan (Herlan). Mereka mempunyai tiga
orang anak, semua laki-laki, yaitu: Benediktus Suma Atmaja (Beny), Nicolas
Aldian Putra (Nico), dan Antonius Yoga Nugraha (Anton). Titik masih aktif
sebagai ASN di Dinas Kesehatan DI Yogyakarta, sedangkan suaminya sudah
pensiun dari Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja DI Yogyakarta. Beny
sekarang bekerja di bidang konsultansi akun-tansi yang kantor cabangnya ada
di BSD, Tangerang. Saat ini Beny sedang menangani proyek selama setahun di
Brunei Darusalam. Nico juga sudah bekerja di Balai Laboratorium Kese-hatan
dan Kalibrasi Yogyakarta, sedangkan Anton sedang menye-lesaikan skripsi di
Fakultas Ilmu Komunikasi di UGM.
8.2.2.6. Anak keenam Mbah Subirin adalah Kristina Susilowati br Samosir
(Nanik). Ia menikah dengan Ridwan Max Sijabat. Mereka mempunyai dua orang
anak, yaitu: Fransiskus Sijabat (Frans) yang menikah dengan Ester Tambunaj,
dan Alice Clara Pulchisima Sijabat (Clara) yang menikah dengan Januar
Hutabarat (Janu). Setelah tamat dari IKIP Sanata Dharma Yogyakarta, Nanik
beker-ja di Bank Danamon, di Jakarta, sampai meninggal dunia karena sakit
pada tanggal 21 September 2015, pada usia 50 tahun. Sedangkan Ridwan yang
sekarang berusia 64 tahun, adalah wartawan surat kabar berbahasa Inggris,
The Jakarta Post, sampai pensiun. Selanjutnya Ridwan berkebun kelapa sawit
di Pelawan, Riau, Sumatera. Nanik dimakamkan di pema-kaman keluarga di
Pematang Siantar, Sumatera Utara. Setelah menikah dengan Ridwan, Nanik
diterima sebagai anggota keluar-ga Tapanuli, Samosir, sehingga dalam adat
Batak, Nanik adalah boru Samosir. Keluarga Ridwan tinggal di perumahan
Pelita Air Service, di Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten.
8.2.2.6.1. Anak sulung Kristina Susilowati Ridwan Sijabat adalah Fransiskus
Sijabat (Frans). Ia sudah menikah dengan Ester Tam-bunan. Pasutri muda ini
belum dikaruniai anak. Setelah menamat-kan pendidikan hukum di Universitas
Atma Jaya Jakarta, Frans menangani usaha perkebunan orangtuanya di Riau.
Sekarang kelu-arga Frans tinggal di Segati, Langgam, Pelalawan, Riau.
8.2.2.6.2. Anak kedua Kristina Susilowati Ridwan Sijabat adalah Alice Clara
Pulchirsima Sijabat (Clara). Ia menikah dengan Januar Hutabarat (Janu).
Setelah menamatkan pendidikan tingginya di Universitas Atma Jaya Jakarta,
ia bekerja di BPJS Ketenagaker-jaan di Jakarta. Pasutri Clara-Janu belum
punya anak. Mereka tinggal Pondok Gede, Bekasi.
8.2.2.7. Anak ketujuh (bungsu) Mbah Subirin adalah Lusiana Padmasari
(Nana). Ia menikah dengan I Nyoman Widiana (Diana) asal Pulau Bali. Mereka
mempunyai tiga orang anak, yaitu: Ni Putu Nova yang menikah dengan Irwan
Aditya Setiawan, Ni Made Winda yang menikah dengan Valentinus Fembri, dan I
Nyoman Ardiana (Ardi). Setelah menenempuh pendidikan tingginya di Undip
Semarang, Nana mengajar di SMA Keluarga Gubug, dan kemudian menjadi kepala
SMA itu. Sedangkan, suaminya, Diana adalah seorang anggota Kepolisian RI.
Ia pernah bertugas di berbagai tempat, antara lain di Gubug, Mataram,
Pekalongan, dan Semarang. Ardi sekarang masih kuliah di Semarang. Pasutri
Lusiana Padmasari Nyoman Diana tinggal di Bandarsari, Gubug, Grobogan,
tempat kediaman orangtuanya, Subirin.
8.2.2.7.1. Anak sulung Lusiana Padmasari Nyoman Widiana ada-lah Ni Putu
Nova. Ia menikah dengan Irwan Aditya Setiawan. Pasutri muda ini mempunyai
dua orang anak, yaitu Kinan Anggita Lembayung S, dan Kaley Dewangga S. Nova
menamatkan pendi-dikan tingginya di Yogyakarta. Sekarang bersama
keluarganya tinggal di perumahan Villa Mulawarman, Jabungan, Banyumanik,
Semarang.
8.2.2.7.2. Anak kedua Lusiana Padmasdari Nyoman Widiana ada-lah Ni Made
Winda. Ia menikah dengan Valentinus Fembri. Mere-ka mempunyai dua orang
anak, yaitu: Ignatius Ganesha, dan Dominikus Damar. Setelah menamatkan
pendidikan tingginya di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Winda bekerja di
perusahaan grup Lippo, di Tangerang. Kini Winda bersama keluarganya tinggal
di perumahan Griya Karawaci, Tangerang, Banten.
8.2.3.
Anak ketiga Mbah Daliyem Partowirejo adalah Sumilah. Ia menikah dengan
Kasnadi, berasal dari Desa Kaliwenang, Kedung-jati, Grobogan. Mereka
mempunyai empat orang anak, yaitu Sukarti yang meninggal pada waktu masih
kecil, Suharti yang menikah dengan Sutomo, Siti Mulyani yang menikah dengan
Idris asal Cirebon, dan Siti Katijah (Ijah) yang menikah dengan Untung asal
Tegal. Sumilah adalah satu-satunya anak Mbah Daliyem yang tidak pernah
sekolah. Tidak lama setelah keluarganya pindah ke Kaliwenang, ia menikah
dengan Kasnadi. Mereka tinggal di Kali-wenang, dan keduanya sudah meninggal
dunia, dimakamkan di desa itu juga.
8.2.3.2. Anak kedua Mbah Sumilah Kasnadi adalah Suharti. Ia menikah dengan
Sutomo, pemuda sedesanya. Mereka mempunyai lima orang anak, yaitu: Riyanto
Agus Nugroho (Agus) yang meni-kah dengan Nurmah, Dwi Susilowati yang
menikah dengan Ahmad Fairuz, Ervin Kurniadi yang menikah dengan Santi,
Dendi Hardiyanto, dan Anggraeni Novita Sari. Mereka tinggal di Kali-wenang.
Suharti sudah meninggal dunia karena sakit.
8.2.3.2.1. Anak sulung Suharti Sutomo adalah Riyanto Agus Nugroho (Agus).
Ia menikah dengan Nurmah. Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu: Aida
Agis Ramadhani, Agas Haidartsaqip, dan Agsa Saquilano Abizard.
8.2.3.2.2. Anak kedua Suharti Sutomo adalah Dwi Susilowati (Dwi). Ia
menikah dengan Ahmad Fairuz. Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu: Cindy
Meilisa Putri, Frisco Agniya Fairuz, dan Geraldo Alfarisi Fairuz. Mereka
tinggal di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
8.2.3.2.3. Anak ketiga Suharti Sutomo adalah Ervin Kurniadi (Ervin). Ia
menikah dengan Santi. Pasutri muda ini mempunyai seorang anak, yaitu Arka
Pradita Kurniadi.
8.2.3.3. Anak ketiga Mbah Sumilah Kasnadi adalah Siti Mulyani. Ia menikah
dengan Idris yang berasal dari Cirebon. Mereka mempunyai dua orang anak,
yaitu Ika Nur Sholihah yang menikah dengan Didin Saefudin, dan Silvia
Rosarita yang menikah dengan Ferly Resdianto. Mulyani dan Indris berkenalan
saat mereka ting-gal di Pancoran, Jakarta. Mulyani sempat menempuh
pendidikan SMP dan SPG di Jakarta, kemudian menjadi guru TK di Kali-wenang.
Ia meninggal dunia karena sakit ketika anak-anaknya masih usia SD. Kemudian
Idris menikah lagi dan mempunyai dua orang anak dan menetap di Kaliwenang.
Di desa itu Idris selain berani juga berjualan sembako di rumahnya, dan
melayani perba-ikan peralatan elektronik.
8.2.3.3.1. Anak Sulung Siti Mulyani Idris adalah Ika Nur Sholihah (Ika). Ia
menikah dengan Didin Saefudin. Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu:
Satria Arif Alkhalifi, M. Bintang Abu Bakar, dan M. Zain Abdulah. Mereka
tinggal di Ciawi, Bogor.
8.2.3.3.2. Anak kedua Siti Mulyani Idris adalah Silvia Rosarita (Silvi). Ia
menikah dengan Ferly Resdiyanto. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu
Kanza Sabrina Khairunisa, dan M. Rajib Airlangga. Mereka tinggal di
Perumahan Grahapura Kemang, Bogor.
8.2.3.4. Anak keempat Mbah Sumilah Kasnadi adalah Siti Katijah (Ijah). Ia
menikah dengan Untung. Mereka mempunyai seorang anak, yaitu Tino Nur Alam.
Ijah yang tinggal di Bekasi kemudian bercerai dengan Untung pada saat Tino
masih kecil. Kemudian ia pulang ke Kaliwenang, dan sempat juga membantu
sepupunya Sunari, saat anaknya SD dan SMP di Boyolali. Ijah kembali ke
Bekasi, ketika Tino akan melanjutkan ke SMU. Di Bekasi Ia ber-dagang
kecil-kecilan sambil bekerja muncuci, seterika, dan men-jaga toko. Kemudian
ia menikah dengan Yadi, asal Bekasi. Terakhir pada masa tuanya, ia menetap
di Kaliwenang.
8.2.3.4.1. Anak Siti Katijah Untung adalah Tino Nur Alam. Tino sudah
dewasa, dan sempat menikah. Kini ia tinggal dan bekerja di perusahaan
swasta di Jakarata.
8.2.4.
Anak keempat Mbah Daliyem Partowirejo adalah Bruder Paulus Adisumarno.
Tahun 1955, ketika keluarganya pindah ke Kaliwenang, ia masih kelas enam
sekolah rakyat di Sambi. Ia disuruh mengurus beberapa ekor sapi yang belum
dibawa serta pindah ke Kaliwenang. Ia ditemani oleh Mbok Gede Ngalinem
(Arjo), kakak kandung Partowirejo. Ia menamatkan SR-nya di Mrisi, tetangga
desa Kaliwenang. Selesai dengan SR-nya, Bruder Paulus yang pada waktu itu
lebih dikenal dengan nama Sumarno, mengikuti jejak, Subirin, kakaknya,
masuk SGB di Ambarawa. Di Ambarawa itulah ia mulai tertarik kepada pola
hidup membiara (Katolik). Begitu tamat SGB, ia masuk menjadi anggota
bruder-bruder Konggregasi Budi Mulia, yang di Indonesia berpusat di Gunung
Sahari, Jakarta. Ia yang pada saat itu berusia sekitar 17 tahun, berangkat
ke Jakarta tanpa didampingi oleh oleh seorang pun keluarganya. Bahkan
orangtuanya sempat melepas dia dengan selamatan yang disebut “sur tanah
mbedah bumi”, karena diang-gap Bruder Paulus tidak akan pernah kembali ke
keluarganya. Dalam iman Katolik, memang ada orang, baik laki-laki maupun
perempuan, yang mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan, dengan berkaul untuk
hidup selibat (tidak menikah), miskin, dan taat. Mereka disebut biarawan
atau biarawati. Para pemimpin Gereja Katolik, yaitu Paus, para uskup, dan
para imam juga hidup selibat. Ada biarawan yang sehari-hari kegiatannya
hanya berdoa, dan bekerja di lingkungan biaranya sendiri. Ada juga yang
bekerja sebagai dokter, dosen, guru, pekerja sosial atau yang lain. Bruder
Paulus sempat bertugas di Bogor, Pulau Bangka, Malang, Klepu, Sleman, dan
Jakarta sebagai guru sekolah dasar. Ia juga sempat melanjutkan pendidikan
tinggi Kateketik di Yogyakarta. Sekalipun ia seorang biarawan, perhatiannya
terhadap keluarganya cukup besar, tidak terkecuali keluarga besar Trah
Sanrejo. Bruder Paulus termasuk penggagas dibentuknya paguyuban Trah
Sanrejo, yang masih hidup. Menurut pengakuannya, usianya sekarang 84 tahun.
Dia adalah sesepuh kita yang paling tua, di samping Mas Djumadi. Bruder
Paulus yang di tengah keluarganya sering disebut Mbah Bruder ini
kesehatannya masih baik, hanya ia menderita penyakit glukoma berat,
sebagaimana yang diderita oleh Presiden Gus Dur, sehingga sekarang
kemana-mana harus dituntun oleh orang lain. Sekarang ia tinggal di Bruderan
Desa Putra, Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
8.2.5.
Anak kelima Mbah Daliyem Partowirejo adalah Agustinus Widodo (Wid). Ia
menikah dengan Chatarina Suharti asal Sumber-lawang, Sragen. Ia mempunyai
lima orang anak, yaitu: Agustina Widiyastuti (Tutik) yang menikah dengan
Ferdinand Kasmani (Kasman), Lusia Dwi Aryani yang menikah dengan Lis
Subarjo, Tri Haryanti yang menikah dengan Syafril, Antonius Uji Cahyono
yang menikah dengan Helena Puji Lestari, dan Aloysius Edi Nugroho yang
menikah dengan Okvia Puspitasari. Mbah Widodo menamatkan SMP-nya di Gubug,
kemudian melanjutkan ke SGA (sekolah guru atas – SPG) Don Bosko, Semarang.
Sebelum menja-di guru SD di Gubug, ia sempat membantu keluarga Dwito
Riyo-no, kakak kandung Sundari Sugiman, di Tegal dan Semarang. Istrinya,
Ch. Suharti, juga seorang guru SD di Gubug. Agustinus Widodo meninggal
dunia pada tanggal 6 Oktober 2005, setelah menderita sakit beberapa waktu.
Ia dimakamkan di Gubug. Kelu-arga Widodo tinggal di Mbak Ijo, Gubug. Semua
anaknya saat ini tinggal di Jakarta dan Cilodong, Depok.
8.2.5.1. Anak sulung Mbah Widodo adalah Agustina Widyastuti (Tutik). Ia
menikah dengan Ferdinand Kasmani anak Wagiyem, saudara sepupunya. Mereka
mempunyai empat orang anak, yaitu: Rafael Dimas Wijaya (Dimas), Natalia
Puspita Dewi (Lia), Patri-cia Amanda Dewi (Manda), Laurencia Kireina Dewi
(Ririn). Tutik sempat menempuh pendidikan matematika di Universitas Negeri
Jambi. Setelah menikah, ia sempat mengajar privat (les) di Jakarta.
Sekarang ia membantu usaha suaminya. Mereka tinggal di Curug, Kalimalang,
Jakarta Timur.
8.2.5.2. Anak kedua Mbah Widodo adalah Lusia Dwi Aryani (Dwi). Ia menikah
dengan Lis Subarjo dari Jakarta. Mereka mem-punyai seorang anak, yaitu
Dionisius Abimanyu Listiawan yang sekarang baru mulai pendidikan tingginya
di Universitas Guna-darma, Depok. Dwi menyelesaikan SMP-nya di SMP Keluarga
Gubug, kemudian di SMA Sedes Sapienciae Semarang. Pedidikan tingginya
ditempuh di Universitas Gajah Mada, Yogya. Beberapa tahun setelah lulus, ia
diterima bekerja di Bank BNI, Jakarta, sampai sekarang. Suaminya pernah
bekerja di sebuah hotel di Jakarta. Hotelnya kemudian ditutup dan
direnovasi. Lis kemudian merintis beberapa usaha di dekat tempat tinggalnya
di Cibinong. Keluarga Lis kini menetap di Cilodong, Depok.
8.2.5.3. Anak ketiga Mbah Widodo adalah Tri Haryanti (Tri). Ia menikah
dengan Syafril asal Bengkulu. Mereka berkenalan ketika kuliah di
Yogyakarta. Ia mempunyai dua orang anak, yaitu: Aditya Galih Satriawan
(Adit), dan Gilang Surya Mahardika (Gilang). Anak sulungnya, Adit,
meninggal dunia saat sedang menjalani tur bersama kawan-kawannya di daerah
Klaten beberapa tahun lalu. Saat itu Adit masih kuliah. Sedangkan Gilang
kini sedang dalam tahun akhir kuliahnya di Universitas Pajajaran, Bandung.
Setelah menikah, keluarga Tri pindah ke Cilodong, dan bekerja di Rumah
Sakit Sentra Medika Cibinong, Bogor. Sedangkan Syafril bekerja di
perusahaan grup Astra di Jakarta. Mereka tinggal di Cilodong, berdekatan
dengan Dwi, kakaknya.
8.2.5.4. Anak keempat Mbah Widodo adalah Antonius Uji Cah-yono (Anto). Ia
menikah Helena Puji Lestari asal Bantul, Yogya-karta. Anak mereka meninggal
dunia pada waktu masih bayi. Anto menamatkan pendidikan tingginya di
Semarang. Sekarang pasutri Anto-Puji bekerja di perusahaan kakaknya di
bidang konstruk-si, dan tinggal di Curug, Kalimalang, Jakarta Timur.
8.2.5.5. Anak kelima (bungsu) Mbah Widodo adalah Aloysius Edi Nugroho
(Edi). Ia menikah dengan Okvia Puspitasari. Mereka mempunyai dua orang
anak, yaitu Margareta Zelda Nugroho, dan Albertus Dwi Okta Nugroho. Edi
bekerja di sebuah perusahaan asuransi di Jakarta. Kini Edi tinggal di
Curug, Kalimalang, Jakarta Timur.
8.2.6.
Anak keenam Mbah Daliyem Partowirejo adalah Wagiyem. Ia menikah dengan
Sarmin pemuda sedesanya, Kaliwenang. Mere-ka mempunyai tiga orang anak,
yaitu Ferdinand Kasmani yang menikah dengan Agustina Widiastuti, Patmasari
yang menikah dengan Safii (Pii), dan Feri Susanto yang menikah dengan
Yuli-anti asal Ngambak, Kedungjati. Mbah Wagiyem hanya sempat mengenyam
pendidikan di sekolah rakyat (sekarang SD di Kali-wenang dan Gubug. Sebagai
orang desa, pasutri ini bisa menjadi teladan karena kerajinannya (petel).
Waktunya tiap hari dihabis-kan untuk bekerja di sawah, ladang, dan
mengurusi ternaknya. Sawah dan ladangnya termasuk luas untuk orang
sedesanya. Penggarapannya banyak mereka lakukan sendiri. Entah bagaimana
caranya menabung, meskipun ia orang desa, bisa membuatkan rumah permanen
untuk salah seorang anaknya yang tinggal di Jakarta. Pada masa tuanya Mbah
Wagiyem masih cukup sehat. Usianya sekarang sekitar 75 tahun. Mbah Sarmin
sudah meninggal dunia pada bulan Oktober 2019, pada usia sekitar 75 tahun
setelah sakit beberapa waktu. Keluarga ini tinggal di Kaliwenang.
8.2.6.1. Anak sulung Mbah Wagiyem Sarmin adalah Ferdinand Kasmani. Ia
menikah dengan Agustina Widyastuti (Tutik). (Lihat 8.2.5.1). Kasmani
menamatkan pendidikan elektronika di STM Fransiskus, Pulo Mas, Jakarta
Timur. Ia pernah tinggal bersama pamannya, Ateng Winarno, sejak dari
Pancoran sampai ke Duren Sawit. Ia merintis usahanya sendiri, mulai dari
menjadi sales kawat nyamuk, dan kaca patri yang populer pada tahun 1990-an.
Kemudian ia mulai memborong pembuatan tangga stainless, pintu garasi,
membuat lis gipsum, sampai akhirnya bisa memborong perbaikan rumah atau
gedung, dan membangun perumahan. Kini Kasman berkerja dengan sekitar 30
tukang bangunan yang ditopang beberapa orang staf pendukung. Proyeknya
dalam satu masa tiga sampai tujuh tempat. Ia juga menerapkan teknologi
modern untuk pekerjaannya. Antara lain menggunakan kendaraan beko untuk
menggali fondasi, septik tank, dan saluran. Dengan demikian ia bisa
menyelesaikan proyek-proyeknya dengan cepat dan biaya lebih ekonomis.
8.2.6.2. Anak kedua Mbah Wagiyem Sarmin adalah Patmasari. Ia menikah dengan
pemuda tetangga desanya, Safii. Mereka mem-punyai dua orang anak, yaitu M.
Jalil dan Ambarwati. Anak-anak mereka sudah dewasa, Ambarwati sedang
menyelesaikan kuliah-nya. Padmasari pernah berdagang hasil pertanian di
pasar. Sedang-kan Pii, suaminya, adalah seorang pemborong bangunan di
Jabo-detabek. Keluarga ini menetap di desanya, di Kaliwenang. Salah satu
prestasi menonjol dari pasutri ini adalah mereka mampu membuat rumah yang
cukup besar di desanya. Semua terbuat dari kayu jati pilihan.
8.2.6.3. Anak ketiga (bungsu) Mbah Wagiyem Sarmin adalah Feri Susanto. Ia
menikah dengan Yulianti (Yuli). Kini mereka belum mempunyai anak. Feri yang
tamat dari sekolah teknik menengah (STM) sekarang menjabat sebagai bayan,
aparat desa Kaliwenang. Seperti desa-desa lainnya, Kaliwenang dipimpin oleh
kepala desa, yang dibantu oleh sekretaris desa (carik), dan bayan. Mereka
sela-in mendapat gaji dari negara, juga mendapat sawah bengkok, seba-gai
insentif untuk jabatannya. Sawah bengkok itu bisa mereka garap selama
menjabat. Sedangkan Yuli menamatkan kuliahnya setelah menikah. Sekarang ia
mengajar TK di Kaliwenang. Pasutri ini belum dikaruniai anak.
8.2.7.
Anak ketujuh Mbah Daliyem Partowirejo adalah Phillipus Ateng Winarno
(Ateng). Ia menikah dengan Yustina Estuningsih (Nining). Pasutri ini
mempunyai dua orang anak, yaitu: Gabriel Martin Estuadiwinarno yang menikah
dengan Elisabet Retno Dewanti (Lisa), dan Mikael Yuan Estuariwinarno (Yuan)
yang menikah dengan Theresia Bhekti Putranti (Bhekti). Setelah mena-matkan
SMA-nya di Boyolali, ia masuk Seminari Stella Maris (pendidikan calon
pastur) di Bogor. Ia pernah bergabung dengan para biarawan Ordo Fransiskan.
Pada masa itu ia kuliah di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dan Fakultas
Filsafat dan Teologi IKIP Sanata Dharma, Kentungan. Yogyakarta. Ia tidak
melanjutkan cita-citanya untuk menjadi pastur, kemudian bekerja sebagai
wartawan Suara Karya di Jakarta, dari tahun 1975 hingga perusa-haan itu
tutup pada tahun 2016. Pendidikan formalnya tidak memberikan keterampilan
untuk bekerja di kantor. Ia bisa bekerja di Suara Karya dengan bekal
kemampuan menggambar. Selanjut-nya ia mengembangkan diri dalam kemampuan
menulis, sehingga menjadi wartawan selama 25 tahun. Oleh pimpinannya,
kemudian ia ditugasi untuk menangani bisnis perusahaan itu. Karena sebagai
pegawai swasta ia tidak akan mendapat pensiun pada masa tuanya, maka sejak
muda ia menekuni investasi pada tanah dan rumah, yang kini bisa dijadikan
penopang hidup pada masa tuanya. Yustina Estuningsih lahir di Sedayu,
Bantul, dan besar di Ban-dung. Setamat SMEA ia bekerja di LBI, sebuah
kantor milik Gereja Katolik, kemudian menjadi pegawai pastoran, dan SMP
Asisi Tebet, selama beberapa tahun. Selanjutnya ia fokus mengurusi rumah
tangga. Setelah 14 tahun tinggal di Pancoran, keluarga ini sejak tahun 1992
menetap di kediamannya di Duren Sawit, Jakarta Timur.
8.2.7.1. Anak sulung Mbah Ateng Winarno adalah Gabriel Martin
Estuadiwinarno. Ia menikah dengan Elisabet Retno Dewanti. Ia lahir di
Jakarta. Orangtuanya berasal dari Klaten dan Pakem, Sle-man. Mereka
mempunyai seorang anak, yaitu Nikolas Aryatama Adiwinarno. Setelah
menamatkan pendidikan manajemen di Uni-versitas Atma Jaya, Jakarta, Martin
bekerja dalam bidang market-ing di beberapa perusahaan teknologi informasi.
Ia juga pernah mendalami teknik fotografi. Kemudian ia keluar dari tempat
kerja-nya, dan merintis usahanya sendiri, dalam fotografi dan jasa
perumahan. Sedangkan Elisabet adalah seorang dokter lulusan Universitas
Atma Jaya Jakarta. Ia sekarang bekerja di sebuah klinik Jepang di Jl
Sudirman, dan sebuah perusahaan otomotif di Pulo Mas, Jakarta. Pasutri ini
menetap di kediamannya, di Duren Sawit, Jakarta Timur.
8.2.7.2. Anak kedua Mbah Ateng Winarno adalah Mikael Yuan Estuariwinarno
(Yuan). Ia menikah dengan Theresia Bhekti Putranti, kelahiran Jakarta.
Orangtuanya berasal dari Sleman dan Yogyakarta. Mereka mempunyai seorang
anak, yaitu Genoveva Ratih Estuariwinarno. Setelah menamatkan pendidikan
teknik fisika di Institut Teknologi Bandung (ITB), Yuan bekerja dalam
pengeboran minyak pada perusahaan multinasional Slumberger di Australia
selama dua tahun. Kemudian ia berhenti dari perusahaan itu lalu menikah
dengan Theresia Bhekti Putranti, lulusan UI yang pada saat itu bekerja di
Unilever Singapura. Kemudian saat akan melahirkan anaknya, mereka pulang ke
Jakarta, selanjutnya Bhekti kembali bekerja di Unilever Indonesia yang
berkantor di Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang, sampai sekarang. Setelah
Yuan berhenti bekerja, terjadi PHK besar-besaran dalam perusahaan mi-nyak
di seluruh dunia, lantaran harga minyak turun tajam. Pada masa itu Yuan
melanjutkan pendidikan S-2 dalam teknologi perminyakan di Norwegia, Eropa.
Sejak Desember 2021, Yuan kembali bekerja dalam pengeboran minyak di
Norwegia. Keluarga Yuan kini menetap di kediamannya di sebuah kluster Icon,
BSD City, Tangerang, tidak jauh dari kantor pusah Unilever.
8.2.8.
Anak kedelapan (bungsu) Mbah Daliyem Partowiredo adalah Anastasia Winarno
(Nani). Ia menikah dengan Yohanes Kartomo, asal Simo, Boyolali. Mereka
mempunyai empat orang anak, yaitu Albertus Andhi Purnomo (Andi) yang
menikah dengan Bernadhet Dian Mahargiani (Dian), Agustinus Maryanto Nugroho
(Nunung) yang menikah dengan Bernadeta Yeni Astuti (Yeni), Adrianus Dhedhi
Kristianto (Dedi) yang menikah dengan Angelia Puspitasari (Tata), dan
Fransiska Wahyu Purna Utami (Icha) yang menikah dengan Robert Arif (sudah
meninggal dunia). Winarni menamatkan pendidikan SPG di Semarang, kemudian
ia mengajar SD di Kuwaron, Gubug. Pada akhir masa tugasnya, ia pun harus
menjalani program pemerintah, peningkatan pendidikan S-1 untuk setiap guru
SD. Sekarang ia sudah pensiun. Sedangkan Kartomo bekerja sebagai pegawai
tata usaha di SMP Keluarga Gubug. Ia juga sudah pensiun. Anak-anaknya
sekarang bekerja di berbagai tempat. Kartomo seorang yang rajin. Selain
bekerja kantoran, ia juga bersawah dan memelihara sapi. Belakangan, ia juga
bertu-kang untuk mengerjakan rumahnya sendiri.
8.2.8.1. Anak sulung Mbah Winarni Kartomo adalah Albertus Andhi Purnomo
(Andi). Ia menikah dengan Bernadhet Dian Mahargiani (Dian) asal Semarang.
Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu Denelson Kristian Sky, dan Nicolas
Maxilion Joy Arkananta. Mereka tinggal di Semarang. Andi yang kuliah dalam
teknik kelistrikan ini juga tertarik dalam pembuatan desain dan seni
kreatif. Sekarang ia bergabung dengan sepupunya bekerja dalam usaha Kasmani
di Jakarta.
8.2.8.2. Anak kedua Mbah Winarni Kartomo adalah Agustinus Maryanto Nugroho
(Nunung). Ia menikah dengan Bernadeta Yeni Astuti (Yeni) asal Turi, Sleman.
Pasutri ini mempunyai seorang anak, yaitu Jovan Aprilianto. Mereka tinggal
di Turi, dan Yeni bekerja di sebuah perusahaan di Yogya, sedangkan Nunung
ikut bekerja bersama Kasmani di Jakarta.
8.2.8.3. Anak ketiga Mbah Winarni Kartomo adalah Adrianus Dhedhi Kristianto
(Dedi). Ia menikah dengan Angelia Puspitasari (Tata). Mereka mempunyai dua
orang anak, yaitu Kresensia Aruna Maesa Dipta, dan Bertelia Micha Kamaniya.
Mereka tinggal di Gubug. Dhedhi beberapa tahun terakhir bekerja di restoran
inter-nasional di Timur Tengah, antara lain di Bahrain dan Arab Saudi.
8.2.8.4. Anak keempat (bungsu) Mbah Winarni Kartomo adalah Fransiska Wahyu
Purna Utami (Icha). Setelah menamatkan pendidikannya di Universitas Negeri
Semarang. Sekarang Icha mengajar di sebuah SMA di daerah perbatasan di
Provinsi Kali-mantan Utara. Ia menikah dengan Robert Arif asal Pekalongan.
Suami Icha ini bekerja di Bank Sinarmas dan tinggal di Peka-longan. Robert
meninggal dunia di Pekalongan karena sakit pada 6 November 2020.
8.3. Anak ketiga Mbah Sanrejo muda adalah Pawiro Tugimin. Ia menikah dengan
Tukinem. Mereka mempunyai tujuh orang anak, yaitu: Rubiyem yang menikah
dengan Rejo Semito, Rubinem yang menikat dangan Karjo Semito, Maria
Genoveva Sri Suwarni yang menikah dengan P Sunaryo, Siyamti yang menikah
dengan Trisno Suwito, Sarmi yang menikah dengan Sutarjo Kirdi, dan VG Sardi
yang menikah dengan Christina, dan Mardi Siswoyo yang meni-kah dengan
Suparni. Selain bertani, Pawiro mempunai keteram-pilan bertukang. Ia
menempati rumah peninggalan orangtuanya, Mbah Sanrejo muda di Karangpilang.
Keturunannya sekarang tersebar di berbagai tempat di Sumatera, dan Jawa.
8.3.1.
Anak sulung Mbah Pawiro adalah Rubiyem. Ia menikah dengan Rejo Semito, dan
menetap di Dusun Ngringinuwok, di timur Karangpilang. Mereka mempunyai enam
orang anak, yaitu: Sutiyem yang menikah dengan Sutadi, Paino yang menikah
dengan Sri Marwanti, Suparmi (Parmi) yang menikah dengan Raswan (alm),
Ngatini yang menikah dengan Sarmin, Wakiyem yang menikah dengan Junawan,
dan Suyati yang menikah dengan Semin.
8.3.1.1. Anak sulung Mbah Rubiyem Rejo Semito adalah Sutiyem. Ia menikah
dengan Sutadi. Mereka mempunyai lima orang anak, yaitu: Sugiyanti yang
menikah dengan Ahmad Addeni, Sugiatun (Atun) yang menikah dengan
Sulistiyono, Tri Supasmi yang meni-kah dengan Musa, Yulianti yang menikah
dengan Noviyanto, dan Suyanto Pramono yang menikah dengan Yayuk.
8.3.1.1.1. Anak sulung Sutiyem Sutadi adalah Sugianti. Ia meni-kah dengan
Ahmad Addeni. Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu: Ridwan, Adli, dan
Agha. Pasutri muda ini tinggal tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
8.3.1.1.2. Anak kedua Sutiyem Sutadi adalah Sugiatun. Ia meni-kah dengan
Sulistiyono. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu: Rasyid dan Adnan.
Mereka tinggal di Karangsari, Ampel, Boyolali.
8.3.1.1.3. Anak ketiga Sutiyem Sutadi adalah Tri Supasmi. Ia menikah dengan
Musa. Mereka belum mempunyai anak, dan tinggal di Griya Indah, Parung,
Kabupaten Bogor.
8.3.1.1.4. Anak keempat Sutiyem Sutadi adalah Yuli. Ia menikah dengan
Noviyanto. Mereka mempunyai seorang anak, yaitu Arfan. Pasutri ini tinggal
di Karangsari, Ampel, Boyolali.
8.3.1.1.5. Anak kelima (bungsu) Sutiyem Sutadi adalah Suyanto. Ia menikah
dengan Yayuk. Mereka belum mempunyai anak, dan tinggal di Serpong,
Tangerang Selatan.
8.3.1.2. Anak kedua Mbah Rubiyem Rejo Semito adalah Paino. Ia menikah
dengan Sri Marwanti asal Brebes. Mereka mempunyai lima orang anak, yaitu:
Arifiangga Nugraha Pratama (Angga) yang menikah dengan Susila Muhardini, M.
Prasetyaningrum (Arin), Siti Azizah Safira (Fira), Sadham Ageng Krisnandi
(Sadham), dan Pradipta Astagina Palupi (Palupi). Paino pernah tinggal
bersama bibinya, MG Sri Suwarni di Brebes waktu SMEA (sekarang SMK).
Setamat SMEA ia diterima bekerja di perusahaan keramik sanitair Toto di
Tangerang, dan sempat dikirim untuk kursus di Jepang. Di perusahaan itu ia
bekerja sampai pensiun sambil kuliah di Universitas Terbuka. Setelah
pensiun, ia sempat mengemudi mobil online. Keluarga Paino lama tinggal di
Binong, Tangerang. Sekarang pasutri Paino pulang kampung, tinggal di
Jambon, dekat Karangpilang.
8.3.1.2.1. Anak sulung Paino adalah Arifiangga Nugraha Pratama (Angga). Ia
menikah dengan Susila Muhardini. Pasuri muda ini mempunyai seorang anak,
yaitu Kausar Arsyarendra P. Mereka tinggal di Binong, Tangerang.
8.3.1.3. Anak ketiga Mbah Rubiyem Rejo Semito adalah Supar-mi. Ia menikah
dengan Raswan yang sudah meninggal cukup lama. Mereka mempunyai dua orang
anak, yaitu Dini Yasiarmi yang menikah dengan Erwin A, dan Diah Safitri
(Fitri) yang meni-kah dengan Adi Purnomo. Keluarga Parmi tinggal di
Cilangkap, Tapos, Depok, Jawa Barat.
8.3.1.3.1. Anak sulung Parmi Raswan adalah Dini Yasiarmi. Ia menikah dengan
Erwin A. Pasutri muda ini belum mempunyai anak. Dini berkerja di Rumah
Sakit Sentra Medika Cibinong, dan mereka juga tinggal di Cilangkap.
8.3.1.3.2. Anak kedua Parmi Raswan adalah Diah Safitri (Fitri) yang menikah
dengan Adi Purnomo. Pasutri muda ini mempunyai seorang anak, yaitu Muhamad
Bobby Atariq. Mereka juga tinggal di Cilangkap.
8.3.1.4. Anak keempat Mbah Rubiyem Rejo Semito adalah Nga-tini. Ia menikah
dengan Sarmin yang sudah meninggal dunia. Mereka mempunyai dua orang anak,
yaitu Mirantini Titis Utami, dan Dwi Mulyani Reinaningsih. Keluarga Ngatini
tinggal di Karangsari, Ampel, Boyolali.
8.3.1.5. Anak kelima Mbah Rubiyem Rejo Semito adalah Waki-yem. Ia menikah
dengan Junawan. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu Tirto Guranto yang
menikah dengan Lani Anggraeni Budianitami, dan Fitra Rahmadani. Junawan
bekerja di Lippo Karawaci, Tangerang. Mereka tinggal di Griya Serpong Asri,
Suradita, Cisauk, dekat BSD, Kabupaten Tangerang.
8.3.1.5.1. Anak sulung Wakiyem Junawan adalah Tirto Guranto. Ia menikah
dengan Lani Anggraeni Budianitami. Mereka mem-punyai seorang anak, yaitu
Rubi Dikara Guranto.
8.3.1.6. Anak keenam (bungsu) Mbah Rubiyem Rejo Semito ada-lah Suyati. Ia
menikah dengan Semin (saudara misan – embahnya kakak beradik - lihat nomor
8.1.1.2.) Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu Eka Listyaningrum yang
menikah dengan Irfan Ditia, dan Ilham Khoirul Anwar. Semin bekerja di
perusahaan kompo-nen otomotif di Cibitung. Mereka tinggal di Jl. Uranus,
Taman Wanasari, Bekasi.
8.3.2.
Anak kedua Mbah Pawiro Tugimin adalah Rubinem. Ia menikah dengan Karjo
Semito orang sedesanya, yang pada masa mudanya bernama Parman. Mereka
mempunyai lima orang anak, yaitu: Sariyem yang menikah dengan Daliman
Saimo, Ngadinem yang menikah dengan Ngateman, Lasmi yang menikah dengan
Hartomo, Panikem yang menikah dengan Ngateman (alm), dan Sarwoko yang
menikah dengan Nok Lilik. Mereka tinggal di Dusun Karangpilang, Desa
Jagoan, Sambi.
8.3.2.1. Anak sulung Mbah Rubinem Karjo Semito adalah Sari-yem. Ia menikah
dengan Daliman Saimo. Keduanya sudah meninggal dunia tanpa meninggalkan
anak.
8.3.2.2. Anak kedua Mbah Rubinem Karjo Semito adalah Ngadi-nem. Ia menikah
dengan Ngateman. Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu: Suyanto yang
menikah dengan Sunarti, Zuria Lestari, dan Mita Yuliani. Mereka tinggal di
Karangpilang.
8.3.2.2.1. Anak sulung Ngadinem Ngateman adalah Suyanto. Ia menikah dengan
Sunarti. Mereka mempunyai seorang anak, yaitu Alvin. Pasutri muda ini
tinggal di Karangpilang.
8.3.2.3. Anak ketiga Mbah Rubinem Karjo Semito adalah Lasmi. Ia menikah
dengan Hartono. Mereka belum mempunyai anak. Pasangan suami istri ini
tinggal di Karangpilang.
8.3.2.4. Anak keempat Mbah Rubinem Karjo Semito adalah Pani-kem (Pani). Ia
menikah dengan Ngateman. Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu: Arif
Rahman Hakim, Nur Dina Fitriana, dan Dhamar Nova Darmawan. Ngateman
meninggal dunia karena pandemi Covid 19, pada tanggal 27 Juli 2021, di
sebuah rumah sakit di Cibinong. Jenazahnya dimakamkan di Karangpilang. Ia
pernah bekerja sebagai petugas keamanan di beberapa tempat di Bogor, dan
terakhir di rumah sakit tempat dia bekerja. Keluarga Ngateman yang tinggal
di Cibinong, Bogor, memang berencana pindah ke Karangpilang. Istrinya
mendahului pindah ke kampung-nya. Kini Panikem menetap di Karangpilang dan
sudah menikah lagi dengan Tukimin. Arif dan Dina masih tinggal di Cibinong.
8.3.2.5. Anak kelima (bungsu) Mbah Rubinem Karjo Semita ada-lah Sarwoko. Ia
menikah dengan Nok Lilik. Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu: Mohamad
Rizki, Ananda Dwi Maulana, dan Putri Diantana. Sarwoko bekerja di sebuah
perusahaan di Cibitung. Kelurga Sarwoko tinggal di Cibitung, Kabupaten
Bekasi.
8.3.3.
Anak ketiga Mbah Pawiro Tugimin adalah Maria Genoveva Sri Suwarni. Ia
menikah dengan P Sunaryo, seorang guru dari daerah Gubug. Ia mempunyai tiga
orang anak, yaitu Agustinus Susanto yang menikah dengan Ita, Antonius
Widicahyadi (Anton), dan Sesilia Widyastuti (Sesil). Anton dan Sesil sempat
menyele-saikan pendidikan tingginya di Semarang dan Yogyakarta. Mereka
sempat bekerja beberapa tahun, kemudian sakit selama beberapa waktu, dan
meninggal dunia. Sri Suwarni menempuh pendidikan kebidanan di Semarang,
kemudian bertugas di Pacitan, dan selan-jutnya bekerja di rumah sakit di
Brebes, sampai pensiun. Sunaryo mengawali kariernya sebagai guru SD,
kemudian menjadi guru SPG, dan akhirnya menjadi dosen di Universitas
Terbuka. Pada saat menjadi dosen, ia sempat dikirim tugas belajar di
Kanada, dua kali, selama beberapa tahun. Sri Suwarni meninggal dunia
setelah menderita sakit bebe-rapa waktu, pada tanggal 18 Oktober 2017, pada
usia lebih dari 70 tahun. Beberapa bulan sesudahnya, suaminya, Sunarnyo
mening-gal dunia pada tanggal 6 Maret 2018.
8.3.3.1. Anak sulung Mbah Sri Suwarni Sunaryo adalah Agustinus Susanto. Ia
menikah dengan Ita, asal Palembang pada tahun 2005. Pasutri ini mempunyai
tiga orang anak, yaitu: Daniel Ganien, Emerensia Dwisari, dan Marcellus
Stenuari. Setelah menamatkan pendidikan arsitektur di Universitas
Sugiyapranata Semarang, Agus menjadi dosen di sebuah sekolah tinggi di
Palembang. Di sana ia berjumpa dengan istrinya dan tinggal di Palembang
sampai mempunyai dua orang anak. Pada saat ibunya menderita sakit, Agus
yang bersama keluarganya pindah ke Brebes, ke rumah orangtuanya. Agus
sempat menjalankan beberapa usaha, antara lain pembinaan mental dan
kepribadian melalui kegiatan outbond. Istrinya, Ita, pada saat di Palembang
adalah manajer HRD, sebuah perusahaan retail. Sekarang Agus sedang merintis
usahanya di Brebes, sedangkan istrinya menjalankan usaha pekmpek.
8.3.4.
Anak keempat Mbah Pawiro Tugimin adalah Siyamti (Siyam). Ia menikah dengan
Trisno Suwito ketika mereka tinggal di Semarang. Pasutri Trisno dan Siyam
mempunyai tiga orang anak, yaitu: Heri Trisiyono yang menikah dengan
Surani, Anton Afrianto yang menikah dengan Nalmiziah, dan Yuli Triwahyuni
yang menikah dengan Gunawan. Siyam sudah lama meninggal dunia. Suaminya,
Trisno Suwito yang sudah sepuh sekarang tinggal bersama anak sulungnya di
Puwokerto.
8.3.4.1. Anak sulung Mbah Siyam Trisno Suwito adalah Heri Trisiyono. Ia
menikah dengan Surani. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu Nasywa
Anindya Kirani dan Muhamad Fajrul Falah. Kedua anak itu pada saat ini usia
SD, menjelang remaja. Keluarga Heri tinggal di Purwokerto.
8.3.4.2. Anak kedua Mbah Siyam Trisno Suwito adalah Anton Afrianto. Anton
menikah dengan Nalmiziah. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu: Aleyda
Okfitria Y dan Abid Setya C. Kelu-arga Anton ini pernah tinggal di
Cilangkap, Tapos, Depok dekat Parmi anak Rubiyem. Namun sekarang mereka
tinggal di Puwokerto.
8.3.4.3. Anak ketiga (bungsu) Mbah Siyamti Trisno Suwito adalah Yuli
Triwahyuni. Ia menikah dengan Gunawan. Mereka mem-punyai tiga orang anak,
yaitu: Salsabila Maharani G, Najwa Zaskia G, dan Arsya Abdurrohman G.
Keluarga Yuli ini juga tinggal di Purwokerto.
8.3.5.
Anak kelima Mbah Pawiro Tugimin adalah Sarmi. Ia meni-kah dengan Sutarjo
Kirdi, orang sedesanya. Mereka mempunyai lima orang anak, yaitu: Sardi yang
menikah dengan Sri Wahyuni, Giman yang menikah dengan Sri Winarni, Sri
Sujiati yang meni-kah dengan Slamet, Winarti yang menikah dengan Agus, dan
Suparman yang menikah dengan Yanti. Keluarga Sarmi Sutarjo tinggal di
Karangpilang. Sarmi sudah meninggal dunia.
8.3.5.1. Anak sulung Mbah Sarmi Sutarjo Kirdi adalah Sardi. Ia menikah
dengan Sri Wahyuni. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu: Ikadevi
Listyawati dan M. Rasya Khoimas Akbar. Keluarga ini tinggal di Semarang.
8.3.5.2. Anak kedua Mbah Sarmi Sutarjo Kirdi adalah Giman. Ia menikah
dengan Sri Winarni. Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu: Rafi, Barra,
dan Syakira. Keluarga Giman sekarang tinggal di Tangerang.
8.3.5.3. Anak ketiga Mbah Sarmi Sutarjo Kirdi adalah Sri Sujiati. Ia
menikah dengan Slamet. Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu: Dani (sudah
meninggal dunia), Reno, dan Rizam. Mereka tinggal di Karangpilang.
8.3.5.4. Anak keempat Mbah Sarmi Sutarjo Kirdi adalah Winarti. Ia menikah
dengan Agus. Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu: Nabil, Salsabila, dan
Jaya. Mereka tinggal di Semarang.
8.3.5.5. Anak kelima (bungsu) Mbah Sarmi Sutarjo Kirdi adalah Parman. Ia
menikah dengan Yanti. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu: Silla dan
Adit. Parman bekerja di Pulau Lombok, dan mereka tinggal di sana.
8.3.6.
Anak keenam Mbah Pawiro Tugimin adalah Valerianus Gratus Sardi (Sardi). Ia
menikah dengan Christina Fransiska Surti-nah (Kristin). Mereka mempunyai
tiga orang anak, yaitu: Maria Bukit Shintawati yang menikah dengan Pahala
Sigalingging, Martinus Toncey Bukit Bulana yang menikah dengan Theresia
Anik, dan Marta Vesse Bukit Triyandhini. Pada awal rumah tangganya, pasutri
Sardi dan Kristin pernah tinggal di Kranji, Bekasi. Kemudian mereka pindah
ke Sumatera, dan sekarang tinggal di perumahan BTN Sage, Kecamatan Manggul,
Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, bersama anak bungsunya.
8.3.6.1. Anak sulung Mbah VG Sardi adalah Maria Bukit Shinta-wati. Ia
menikah dengan Pahala Sigalingging. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu
Dahlia Apriliany Sigalingging, dan Aldercy Meilania Sigalingging. Kedua
anak ini sekarang masih usia SD. Maria sekarang adalah seorang guru sekolah
luar biasa (SLB), sedangkan suaminya, Pahala, adalah seorang anggota
Kepolisian RI. Mereka tinggal di Jalan Dame, Kelurahan Amplas, Kecamatan
Timbang Langkat, Sumatera Utara.
8.3.6.2. Anak kedua Mbah VG Sardi adalah Martinus Toncey Bukit Bulana. Ia
menikah dengan Theresia Anik. Mereka mempu-nyai seorang anak, yaitu
Elisabeth Quinza yang kini berusia 6 tahun. Martinus adalah seorang guru di
Yayasan Tarakanita Lahat, sedangkan Theresia Anik berwiraswasta. Pasutri
ini tinggal di perumahan Talang Bengkurat, Lahat, Sumatera Selatan.
8.3.7.
Anak ketujuh (bungsu) Mbah Pawiro Tugimin Mardi Siswoyo. Ia menikah dengan
Suparni. Mereka mempunyai empat orang anak, yaitu: Iswatun yang menikah
dengan Satawi, Isti Nurhasanah yang menikah dengan Muhamad Jamhuri, Tri
Sulis-tiani yang menikah dengan Sony Armayudha, dan Dina Purnama-sari. Mbah
Mardi dan istrinya sekarang tinggal di Kwamang Kuning, Kabupaten Bungo,
Jambi. Dina anak bungsunya masih kuliah di UNS Sebelas Maret, di Solo.
8.3.7.1. Anak sulung Mbah Mardi Siswoyo adalah Iswatun. Ia menikah dengan
Satawi. Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu: M Faturohman, Ahmad
Fatuabdi, dan M. Adefa. Keluarga Iswatun tinggal di Batanghari, Jambi.
8.3.7.2. Anak kedua Mbah Mardi Siswoyo adalah Isti Nurhasanah. Ia menikah
dengan Muhamad Jamhuri. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu: Jamratul
Hafizah, dan Alesa Dafiratul Nisa. Isti Nurhasanah bekerja sebagai perawat.
Bersama keluarganya, ia tinggal di Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo,
Jambi.
8.3.7.3. Anak ketiga Mbah Mardi Siswoyo adalah Tri Sulistiani. Ia menikah
dengan Sony Armayudha. Mereka mempunya seorang anak, yaitu Fahima Alwa. Tri
Sulistiani adalah
seorang bidan, sedangkan suaminya, Sony, adalah seorang dosen
di Universitas Bungo, Jambi. ***